GuidePedia

0
Titik Terbodoh yang Dinamakan C.I.N.T.A.
By : Anisa Razmi


Image result for anime bertepuk sebelah tangan
 jurnalotaku.com 

     Kamu pernah mengikuti kata hati? Tanpa berpikir dengan logika dan mengatakan aku siap menerima segala konsekuensinya? Menolak beberapa hati yang tulus dan rela menunggumu untuk seseorang yang berkali-kali menyakiti hatimu dan menganggapmu tidak begitu berarti. Betapa bodohnya yang namanya perasaan. Aku mencintainya setulus hatiku, dengan rela selalu menunggu kabar darinya, bersabar tanpa batas meski biasanya aku selalu menjadi diriku. Ya aku yang egois, tak pernah mengalah, dan benci memaafkan pada yang lain. Apa aku benar-benar tidak berharga? Apa dirinya sebegitu menawan sehingga aku bagaikan sebuah titik hitam kecil diantara bunga-bunga bermekaran? Ada ribuan pertanyaan didalam pikiranku. Semuanya sama berakhir tragis dan menyudutkanku di titik terbodoh yang dinamakan C.I.N.T.A. 
     Ini kisahku, drama nyata yang cukup menyita waktu dan berat badanku. Sebelum mengenal dia, aku memiliki sebuah hubungan yang sangat teramat sangat bahagia. Bagaimana tidak selama tiga tahun aku bersama laki-laki itu. Dia sangat sayang padaku (kesannya begitu), selalu berkorban untukku, memahami sikap dan sifat burukku. Tapi ada beberapa hal yang kupahami sekarang bahwa betapa kejamnya masa kegelapan bersamanya. Dia terlalu sering berbohong padaku, sulit diajak beribadah, pemaksa dan nyatanya dia merusak arti cinta dengan janji-janji berubah yang tak pernah nyata.
     Iya aku meninggalkan pria tiga tahunku untuk "Dia" yang kini katanya milikku. Banyak hal yang terjadi sebelum hari ini. Entah itu pacar 3 bulanku, beberapa orang yang kuberi harapan ketika "Dia" menjadi milik orang lain. Rumit? Bingung? Aku apalagi. "Dia" seorang player, tampan jelas, dan sepertinya berasal dari kalangan atas. Dia pernah mempermainkan aku, menembakku via chat, jadian satu hari, dia pergi bermain keluar kota lalu malamnya memutuskan hubungan kami. Dan bodohnya aku bilang aku tak apa. 
     Kesempatan kedua, dia menghubungiku lagi, curhat padaku lalu bilang ingin backstreet denganku karena sahabatnya menyukaiku. Selang tiga hari, aku mendapatkan screen shoot percakapan dia menembak perempuan lain. Dan berakhirlah lagi.
     Dan sekarang kesempatan ketiga, dia menarik ulur hatiku lagi dan lagi-lagi. Saat aku disudutkan harus memilih diantara dia dan sahabatnya. Betapa bodoh aku memilih dia. Kata-kata penuh rayuan membuat aku percaya kesekian kalinya. Sekalipun beberapa orang disekitarku menentang pillihanku, tapi apa? Ini maunya hati. Dia mencoba meyakinkanku dengan screen shoot percakapan dia dan "mantannya" ketika putus sebulan yang lalu. Entahlah aku belum sepenuhnya yakin. 
     Bagaimana tidak? Dia selalu menolak dan punya berbagai alasan ketika diajak kerumahku, mungkin karena aku adalah perempuan pingitan yang sangat jarang main keluar rumah. Bukan maaf, cewek Go-jek yang kemana-mana siap "Berangkaat", atau cewek rentalan yang dijemput dijalan, ketemuan, makan, dipulangkan kejalan lagi. Aku tidak seperti itu. Atau justru itu yang membuat dia mudah bosan padaku. Dia selalu sibuk setiap harinya, dihari dia libur, saat dia kerja, jadwal malam hari pasti dia yang menghilang terlebih dahulu. Siang gak ada kabar, sekalinya ngabarin cuman bentar, eh bilang "Aku capek, aku istirahat duluan ya". And than..tiiiittt... ngilang. Seperti itu hampir setiap saat. Disaat dia ingin ditemani sampai tengah malam dia cerita tentang segala hal tentunya tentang "masa lalunya" dan kau tahu? Aku harus menjadi pendengar yang setia dan selalu bilang "iya". 
     Sampai kapan hati ini bertahan, aku menunggu hati ini menyerah. Membuka hati dan menerima kenyataan bahwa aku tidak pantas untuk dia, terlebih jika dibanding dengan masa lalunya. Ia, aku tidak cantik, kulitku tidak putih, tubuhku tidak seksi, aku juga tidak terlalu pintar, aku hanya seorang guru honorer yang kau tahu gajihnya tidak seberapa, aku juga berasal dari kelurga tidak kaya, tinggal di kampung, sementara dia? Ah.. jika diinngat lagi betapa naifnya hati ini. 
     Dia pernah bilang padaku, kenapa aku tidak penah menatap matanya ketika bicara dengan dia, kenapa aku tidak pernah marah dan selalu bersikap sabar padanya, dan juga kenapa aku tidak pernah ingin berdebat dengannya. Seandainya dia membaca tulisan ini, ini jawabanku sayang :
"Aku tidak berani menatap matamu karena aku takut, aku bisa melihat kebohongan dimatamu, kepura-puraan itu, aku juga takut mengetahui bahwa sinar dimatamu untukku tak seindah dan sebanyak sinar untuk (mereka)".
"Aku tidak pernah marah padamu karena saat kamu diam pun, aku sangat takut kehilanganmu, apalagi saat kamu marah? Apa yang bisa aku lakukan padahal nyatanya aku yang tertekan?".
"Aku tidak mau berdebat denganmu karena kamu pernah bilang bahwa kamu hanya ingin didengarkan, Aku tidak menanyakan kronologis bagaimana beakhirnya hubunganmu dengan mantanmu, karena aku tidak ingin kamu membahas mantanmu lagi, aku tidak mau kamu membandingkan aku dengan mantan-mantanmu lagi". 

     Jika kalian diposisiku sekarang, atau pernah, atau memiliki saran agar aku bisa keluar dari kondisi ini, tolong beri tahu aku bagaimana caranya? Membunuh hati yang sebegitu kuat. Membakar perasaan yang sebegitu berusaha tenang diatas goncangan logika yang mulai berontak. 




----------------------------
by: Anisa Razmi

Posting Komentar

 
Top
Singing Hatsune Miku